30 March 2008

Semangat Baru

Sudah lama kami tak mengunjungi rumah ini. Hampir setengah tahun kami vakum. Semenjak meninggalnya ibu. Situs kami ini kami tinggalkan begitu saja. Pikiran ku belum begitu bisa fokus. Kami masih berada di dalam lingkaran penyesalan. Karena kami tak diberi kesempatan untuk bisa merawat ibu. Beliau pergi begitu cepat tanpa aba-aba. Tanpa tanda-tanda. Tanpa kami kira sedikitpun. Ya….sedikitpun.

Tapi, suatu ketika saat ada warga satu sembilan yang tiba-tiba menelpon, aku seperti menemukan semangat baru, untuk kembali kerumah ini. Ada banyak yang harus kuungkapkan disini. Setidaknya aku bisa memberitahu pada kawan-kawan lama bahwa kalau kita tidak bisa berjumpa secara fisik, blog ini mungkin membantu kita melihat perkembangan anak-anak kita, keluarga kita masing-masing. Kita juga bisa memuatkan rupa kita yang semakin hari semakin tua saja serta anak-anak kita tumbuh kian waktu tambah cerdas dan dari bayi berangkat jadi anak-anak.

Saat aku tulis tulisan ini, begitu banyak permasalahan yang dihadapi oleh rakyat terutama oleh masyarakat kecil. Harga kebutuhan pokok yang kian menggila dan tidak turun-turun. Kalaupun itu turun hanya sangat sedikit dan tidak akan pernah menjadi harga semula lagi. Ini himpitan ekonomi yang sangat berat. Sementara hasil produksi mereka seperti gabah dan lainnya dibeli dengan harga yang tidak sepadan dengan kenaikan harga pupuk. Semalam Presiden mengaku menangis sehabis melihat Film Ayat-Ayat Cinta. Itu tanda beliau sangat peduli dan apresiatif dengan kebangkitan film Nasional. Film yang menceritakan tentang keikhlasan, pengorbanan dan poligami. Kalau di dunia nyata kisah dalam film itu berlaku, jika setiap rakyat Indonesia punya kepedulian, ketulusan, kecintaan, rela berkorban dan muatan-muatan kemuliaan lainnya seperti dalam film itu, niscaya kita pasti seperti Negeri Jannah. Negeri yang didalamnya seluruhnya sangat indah. Indah Alamnya, Jiwanya, Indah Raga. Negeri Surga. Seperti sebenar-benar negeri yang Tuhan telah Anugerahkan buat kita.

Besoknya gonjang-ganjing program pemberantasan korupsi masih menjadi primadona berita diberbagai media. Gonjang-ganjing pemilihan Gubernur BI masih suatu yang memang perlu diikuti. Karena katanya Gubernur BI itu harus seseorang yang “mumpuni”. Kalau dalam bahasa pendekar, yang mumpuni itu adalah pendekar yang ilmunya sudah sangat kanuragan. Sudah punya ajian yang paling wahid. Kalau dalam bahasa para bankir, mumpuni itu harus benar-benar menguasai malasah perbankan dalam segala hal. Kalau dalam bahasa orang awam yang hanya pintar dengan membaca koran, mereka mengatakan mumpuni itu adalah orang yang benar-benar profesional. Sangat profesional. Sangat Jago. Titik.

Tapi ada suatu pertanyaan! Kok orang dengan kriteria mumpuni itu diuji dan di fit and proper test oleh anggota DPRD yang nyata-nyata adalah para politikus?. Sedalam apakah pemahaman para Wakil kita yang terhormat itu tentang masalah Ekonomi Makro, Masalah Kebijakan Moneter, Kenaikan Suku Bunga, dan lain sebagainya. Bukankah sebaiknya calon nahkoda perekonomian Indonesia itu diuji kelayakannya oleh sebuah Tim Independen yang anggotanya sudah teruji secara kualitas tentang masalah perbankan?.

Kalau begitu, hasilnya nanti bukan orang yang mumpuni. Tapi orang yang bisa mengatakan “Mumpung aku/kamu bisa disini…..”

Alaaaaaahhhh. Korupsi lagi deh……

Saat aku berniat mengakhiri cerita ini hari sudah menunjukan jam 7 malam Minggu. Saat yang tepat bagi anak-anak menonton televisi. Acaranya bagus. Extravaganza. Tapi sepertinya acara itu sudah mulai bergeser dari hanya komedi menjadi komedi agak jorok. Kenapa demikian. Aming sudah tak risih lagi memakai BH balonnya yang bergoyang. Sementara acara ini adalah untuk konsusmsi semua umur. Ini akan membawa anak-anak kefikiran yang macam-macam dan benar-benar tidak mendidik. Aming….kamu tanpa itupun akan tetap lucu. Jangan pakai itu lagi. Justru pakai itu, maka acara kalian jadi tak bermutu. Ataukah kamu pakai yang bergoyang itu atas permintaan sponsor ?. Makasih.

29 March 2008

Jumpa Dengan Warga 1 Sembilan

Sepertinya waktu kembali menuju masa lampau, melompat mengunjungi masa-masa waktu aku remaja dulu. Sejumput ketawa kembali mengalir. Aku jumpa dengan seorang "teman" warga 1 sembilan. Walau hanya melalaui telpon, aku seakan melihatnya. Katanya sosoknya masih seperti dulu. Kecil, mungil, teduh dan tenang.

Lalu kami berbagi cerita seperti dulu lagi. Masih sedikit canggung. Ada banyak difikiran tapi tak terkatakan. Waktu memang berulang. Sudah lebih dari satu dekade kami tidak berjumpa. Sekarang kami seakan kembali berada pada ruang dan waktu itu. Memang dunia ini terasa demikian sebentarnya. Tak terasa masing-masing kami sudah punya anak 2. Lalu aku mengatakan "kita sudah tua", "Aku sudah gemuk, melebar", "berat badanku sudah 65 KG", "buncit". "Ah...itu resikonya punya umur" Katanya. Lalu kami sama-sama ketawa. Tapi ketawaku paling keras.

Waktu terus mengalir, tak terasa beberapa penggal telah kami lewati. Saatnya mungkin kami mohon diri. Selebihnya ada kesegaran baru di ruang yang paling sudut dalam hatiku, ruang yang sejak dulu hampir kering dan gelap, seakan didatangi kembali oleh seorang yang dulu memang menjadi penghuninya.

Alhamdulillah,
Tuhan mempertemukan kami kembali, walau dengan status tidak seperti dulu lagi.
Tapi setidaknya hubungan yang sempat putus, kembali di rajut dalam kerangka kekeluargaan.
Cinta itu kan tidak harus memiliki.