Berikut ini hal-hal yang bisa dilakukan apabila ingin mendapatkan artikel jurnal ilmiah/proceedings melalui internet (dengan cara gratis tentunya):
* Gunakan CiteULike untuk melakukan searching artikel ataupun tema (keyword) yang diinginkan. CiteULike biasanya lebih lengkap dan sistem searchingnya lebih mengena daripada Google Scholar ataupun CiteSeer. CiteULike akan memberikan link-link dimana kita bisa mendapatkan artikel yang muncul dari hasil searching. Ada beberapa link yang mengharuskan kita untuk login (aka. tidak gratis), ada beberapa link yang menyediakan artikel tersebut secara gratis seperti CiteSeer atau link ke homepage penulisnya langsung.
* Apabila di antara link tersebut tidak ada yang gratis, coba searching judul artikel tersebut menggunakan Google Scholar atau CiteSeer atau Google. Cari di antara link yang berhasil ditemukan, apakah ada yang tersambungkan langsung ke dokumen artikel yang dicari.
* Apabila tidak ada, coba search homepage dari penulis artikel tersebut menggunakan Google. Kadang-kadang penulis yang bersangkutan menyediakan dokumen artikel mereka untuk bisa di-download melalui homepage penulis yang bersangkutan.
* Kalau ini tidak berhasil juga, search alamat email penulis artikel tersebut, kirimkan email request terhadap artikel tersebut. Penulis biasanya akan senang kalau ada yang ingin membaca atau mereferensi paper/artikel ilmiah mereka, tentunya kalau mereka tidak sibuk.
* Kalau ini juga tidak berhasil, baru menggunakan cara terakhir (last resort) yaitu minta tolong ke orang-orang yang kira-kira mempunyai akses login ke database artikel commercial atau minta tolong melalui mailing list misalnya.
Begitulah sedikit tips tentang mencari artikel ilmiah gratis melalui internet. Semoga bermanfaat.
22 June 2008
Ingin Jadi Astronom (Amatir) ?

Banyak sekali cara yang dapat ditempuh untuk mempelajari lebih jauh tentang antariksa. Salah satu cara menyenangkan yang dapat dilakukan oleh semua orang adalah mengenal rasi. Dengan melihat susunan beberapa bintang dan mencocokkannya dengan peta langit, seseorang dapat menduga rasi yang dibentuk oleh bintang-bintang tersebut. Itulah cara pertama dari langkah yang sangat bermanfaat dalam mengenal keindahan langit lebih jauh. Dengan pengetahuan akan bagian-bagian langit, seseorang dengan alat yang tepat dapat mengeksplorasi lebih banyak keindahan seperti galaksi Andromeda yang berada pada wilayah rasi Andromeda, Nebula Orion atau M42 di rasi Orion dan masih banyak lainnya.
Rasi sebagai panduan langit dapat diketahui dengan mudah dengan bantuan peta langit atau planesphere yang hanya seukuran kertas A4 atau bahkan ada yg lebih kecil. Di Indonesia hanya beberapa peta langit yang diproduksi dan biasanya dibagikan cuma-cuma, kebanyakan dari instansi yang memang bergerak untuk memasyarakatkan dan meneliti astronomi seperti planetarium dan observatorium.
13 June 2008
Rekayasa Informasi

Kabar burung dulu jadi istilah yang sering disebut-sebut, sekarang mungkin karena burung semakin hari kian sedikit karena hutan pada gundul, sehingganya berita burung menjadi barang yang langka. Kalaupun ada, istilah kabar burung merupakan sinonim dari berita yang lebih menjurus kepada pengkambing hitaman. Kalau beritanya salah…ya..itukan kabar burung.
Diakhir abad ke-20 yang lalu, seorang Alvin Tofler mengatakan bahwa era kedepan merupakan era informasi, siapa yang menguasai Informasi akan menguasai dunia. Sudah banyak fakta yang membenarkan ramalan itu, harga minyak yang tak terkendali karena ulah permainan spekulan yang bisa merekayasa informasi. Tidak hanya itu, informasi juga bisa menyebabkan kebijakan suatu negara akan menjadi berubah.
Ingatlah, bahwa kebijakan menaikan harga BBM di negeri yang kekayaan minyaknya melimpah dan diambil dari dalam perut Ibu Pertiwi, adalah akibat dari perekayasaan informasi. Para spekulan dan para Mafia Berkeley di negeri ini, berhasil merekayasa informasi sedemikian rupa sehingga pemahaman para pengambil keputusan tentang hubungan minyak dengan APBN menjadi tidak rasional.
Akibatnya mereka kelimpungan dan ngotot untuk terus menyamakan harga minyak di Indonesia dengan harga minyak didunia, tanpa berfikir kalau minyak itu tidak dibeli tapi diambil, dan tanpa berfikir bahwa seluruh akibatnya akan ditanggung oleh rakyat yang semakin terpuruk, sengsara dan melata.
Manakala kebijakan negara ditolak oleh rakyatnya, maka terjadilah aksi demo. Tugas pemerintah selanjutnya adalah bagaimana meredam gejolak itu agar tidak berlanjut. Jawabannya adalah…ya itu tadi..Rekayasa Informasi..Maka direkayasalah informasi baru yang bisa meredam amarah rakyat. Sebut saja BLT, Kasus Monas, Status Ahmadiyah, keluarnya SKB, terakhir pemotongan gaji para pejabat, dan lain-lain yang membuat masyarakat mengalihkan perhatian.
Saya teringat ketika ada anak kecil nangis, maka untuk membujuknya harus dialihkan perhatiannya. Cara macam-macam, ada pakai permen, pakai cerita, diajak main-main bahkan diancam, diintimidasi sekalipun. Tampaknya pemimpin kita, kian hari semakin cerdik dalam hal rekayasa informasi ini. Ada banyak pola instan dari rekayasa informasi ini, dan hampir semuanya sangat efektif dalam meredam gejolak masyarakat. Sampai-sampai mahasiswapun berani dikasih “permen” agar tidak berteriak lagi.
Kalau boleh usul, Rekayasa Informasi ini juga dijadikan sebuah ilmu yang menjadi bagian dari Sistem Informasi. Seperti Data Mining misalnya, kalau Data Mining merupakan gabungan ilmu matematika, statistik, komputasi, dll, maka Rekayasa Informasi juga merupakan gabungan ilmu kelicikan, kekemarukan, kemunafikan, kearoganan dan ketidak perpihakan serta tanpa nurani.
Informasi menjadi kekuatan yang bisa membawa si perekayasa kepada keadaan yang mereka inginkan. Informasi kini menjadi semacam berhala yang selalu disembah-sembah.
Ingat, bagaimana hebatnya media infotainment memberitakan Sandra Dewi, artis asal Pangkal Pinang yang lagi naik daun, padahal dia pernah mengakui bahwa di dunia seni sama sekali dia tidak mempunyai talenta, nyanyi cempreng, akting juga asal-asalan, modal tampang doang. Akan tetapi, saat ini ia menjadi artis dengan nilai kontrak paling besar di Indonesia. Semua itu tak lepas dari sebuah teknik yang disebut Teknik Pencitraan Diri, ilmu ini merupakan bagian dari Ilmu Rekayasa Informasi.
Mari kita lihat lagi, betapa hampir seluruh pemimpin dinegeri ini, setiap saat selalu mencitrakan dirinya sebagai pemimpin yang baik, harapan semua orang, pahlawan yang selalu dielu-elukan. Padahal, sebenarnya tidak demikian. Hampir setiap hari kita melihat gambar mereka di media massa tersenyum dengan seabrek informasi tentang keberhasilannya.
Jika terjadi bencana alam, mereka datang berbondong-bondong (berikut dengan uang jalan yang sudah disediakan negara hasil pungutan pajak dari rakyat) kelokasi bencana, lalu mendengar keluhan para korban, kapan perlu dengan rasa penyelesalan yang sungguh-sungguh dan air mata, lalu kemudian berphoto dan selanjutnya pulang.
Besok harinya akan keluarlah headline tentang kunjungan mereka (tentu dengan photo memeluk anak-anak korban bencana) yang merupakan hasil rekayasa informasi yang sudah disepakati dengan para pemberita. Duh…betapa sangat terpengaruhnya mereka dengan Teknik Pencitraan Diri.
Bukannya langkah apa yang harus dilakukan, bagaimana teknis penyaluran bantuan, penanganan korban dan pemulihan situasi, serta prosedur recovery trauma pasca bencana yang harus diberitahukan kepada masyarakat, akan tetapi berita kunjungan mereka yang dijadikan berita utama…Sekali lagi zaman telah berubah….
Dulu masyarakat mengenal banyak Wali, para orang tua sering menceritakan betapa hebatnya Jaka Sembung mencuri harta kumpeni atau para tuan tanah, lalu dibagikan kepada masyarakat miskin. Dulu rakyat mempunyai banyak panutan dan mereka jadikan teladan. Ada Buya Hamka, ulama yang sangat bijaksana.
Saya masih ingat cerita, takkala Bang Ali Sadikin (saat itu beliau jadi Gubernur DKI Jakarta) mengusulkan bahwa orang yang mati di Jakarta tak usah dikuburkan, akan tetapi di bakar saja karena lahan semakin sempit. Saat itu muncul gejolak dari kelompok Islam bahwa itu adalah cara-cara agama lain yang tidak sesuai dengan Islam. Dengan Bijak Buya Hamka mencarikan jalan keluar. Beliau mengusulkan kuburan sistem tumpang (satu kuburan boleh dua mayat atau lebih). Tidak seperti sekarang, jika tidak suka langsung gebuk, uber, bahkan bunuh juga boleh.
Jika kita lihat Bung Hatta yang uang pensiunnya tidak cukup hanya untuk sekedar pembayar rekening listrik, disaat beliau kembali kepangkuan-Nya, meminta dikuburkan di tanah kusir, karena semata-mata hanya ingin dekat dengan rakyat yang hampir seluruh hidupnya dipergunakan untuk membela kepentingan mereka.
Dulu, kita kaya dengan pemimpin yang punya suri tauladan, yang tidak hanya sekedar teriak bersama kita bisa (hanya slogan, sama sekali tidak visioner). Sebutlah Teuku Umar, Imam Bonjol, Pattimura, sampai Soekarno, M.Yamin, Sudirman, M.Natsir, Hatta dan Hamka. Jika berperang mereka dibarisan paling depan, jika makan paling akhir, tidur paling larut, bangun paling pagi.
Mereka tidak hanya ngomong, teriak dan mengepalkan tangan ayo kita bisa akan tetapi juga bersikap, bertindak dan berprilaku. Mereka sama sekali tak pernah memikirkan bagaimana rupa dan tampilannya dimedia massa, apakah citra mereka populer atau tidak ditengah masyarakat, saat itu mereka tidak mengenal jajak pendapat, rekayasa informasi, apalagi bermain dengan angka porsentase tingkat popularitas.
Mereka sama sekali tak pernah untuk selalu menjaga wibawa dimuka umum, apa lagi berfikir untuk menyesuaikan warna atau bentuk pakaian dengan acara apa yang akan dihadiri. Akan tetapi yang ada difikiran mereka hanya satu, perjuangkan nasib rakyat, bangsa dan negara supaya tidak terjajah lagi. Hanya itu, lain tidak.
Sekarang, mana ada pemimpin yang seperti itu. Saya berani bertaruh, dizaman ini dimana informasi menjadi pusaran yang memabukkan, karena setiap saat kita disuguhi bermacam iklan yang datang sampai kebilik kita masing-masing, bahkan pada saat kita terlelap dan terlena dalam buaian bermimpi sekalipun.
Kini, tidak ada orang yang hidup tanpa prilaku konsumtif dan materialistis. Mereka sudah menjadi bagian dari penganut sistem Liberalisme, Kapitalis dan Demokrazi tanpa batas, sehingga secara tak sengaja sudah memberi ruang bagi berlakunya hukum rimba dalam hidup bermasyarakat. Siapa yang kuat, siapa yang kaya, siapa yang unggul, siapa yang licik, siapa yang …dst, maka itu yang akan menang.
Tanpa sadar kita seakan diseret ke ranah bagaimana tampilan menjadi yang paling kuat, paling bagus, paling unggul, paling hebat, paling mutakhir, paling mewah dan sebagainya. Tidak ada orang hidup tanpa memikirkan kepentingan mereka sendiri. Jika memang anggapan ini sudah tertanam dan permanen, maka orang seperti ini adalah manusia yang selalu hidup dalam kemunafikan, kemaruk, loba, tamak, koruptor, dll.
Bapak, Ibu, pembaca yang terhormat.
Pada awal abad ke-18, yang merubah wajah dunia adalah transportasi. Selanjutnya abad ke-19 Indusri (efeknya sampai sekarang yaitu Global Warming). Lalu pada abad ke-20 adalah Teknologi dan abad ke-21 ini yang akan merubah dunia adalah Informasi.
Terminologi Informasi akan berkembang sangat leluasa dan merasuk hampir keseluruh aspek kehidupan umat manusia. Dengan Teknologi Informasi manusia punya kesempatan untuk mengetahui apapun.
Revolusi terapi pengobatan kanker baru-baru ini tanpa kemoterapi dan akibat buruk bagi penderita, ditemukan karena adanya Teknologi Informasi dibidang kedokteran. Penemuan bahwa ada Planet yang kondisinya sangat mirip dengan kondisi bumi yang disebut dengan Super Earth adalah akibat kemajuan Teknologi Informasi dibidang astronomi. Banyak lagi penemuan spektakuler yang lain akibat dari kemajuan perkembangan Teknologi Informasi ini, dan itu tidak bisa disebutkan satu per satu.
Informasi itu ibarat pisau bermata dua, bisa digunakan buat mengupas mangga, buat layangan, membela diri dan lain-lain. Bisa juga digunakan untuk merampok, menodong dan menusuk orang. Masalah sekarang berpulang kepada diri kita masing-masing. Mau dipakai sebagai apa informasi yang beberapa bulan kedepan akan kita pelajari secara rinci prinsip dan filosofinya.
Bagi saya cuman satu, semoga informasi bisa lebih memanusiakan manusia.
Menggali Kekayaan Astronomi Dalam Kearifan Lokal

Astronomi telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Sunda, Jawa, Lombok bahkan sampai ke timur Indonesia di papua. Dalam pertemuan astroarkeologi yang dilaksanakan di Observatorium Bosscha semua ini diungkapkan oleh para ahli sejarah, antropolog, astronom dan budayawan.
Dalam kehidupan masyarakat Jawa juga memiliki imajinasi akan bentuk-bentuk rasi seperti Waluku (Orion), Wuluh (Pleaides), Kalapa Doyong (Scorpio), Sapi Gumarang (Taurus), dll. Tak hanya berimajinasi, benda-benda langit ini juga diggunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai penentu waktu bercocok tanam, sarana pemujaan, kalender, maupun navigasi. Menurut Sobirin, seorang pemerhati kehutanan dan lingkungan tata sunda, bintang di langit seharusnya digunakan untuk pemulihan kawasan lindung di Indonesia.
Di masa lalu saat belum ada kalender, masyarakat setempat telah menggunakan perbintangan untuk menentukan siang dan malam, pasang surut air laut, berbunga dan berbuahnya tanaman, maupun migrasi dan pembiakan hewan. Bagi mereka gejala alam adalah cerminan lintasan waktu. Masyarakat di masa itu juga menentukan saat menanam dengan menggunakan bambu yang diisi air untuk mengukur ketinggian bintang. Pada posisi tertentu mereka akan bisa mengetahui apakah sudah saatnya memulai bercocok tanam atau belum. Namun di kondisi saat ini apakah metode tersebut masih bisa digunakan?
Kondisi saat ini menunjukan iklim sudah berubah, dan menyebabkan sebuah pertanyaan baru. Pada akhirnya musim bercocok tanam pun mengalami pergeseran. Kapan kemarau dan kapan hujan menjadi sebuah pertanyaan baru. Nah pada kondisi ini yang jadi masalah bukan ketidakakuratan metode nenek moyang kita melainkan mengapa iklim bisa berubah. Adakah kita turut andil dalam semua itu? Kondisi saat ini apakah merupakan pergeseran alami ataukah kita juga mengambil bagian dalam pergeseran itu melalui cara hidup kita?
Kalender boleh berubah namun siklus mikro dan makro kosmos selalu tepat. Sebagai contoh, durian akan berbuah ketika sapi gumarang ada di timur saat fajar menyingsing atau duku berbuah saat gubug penceng ada di timur kala rembang petang. Inilah kearifan lokal yang sudah mulai ditinggalkan ketika masyarakat modern berkembang dengan segala teknologi dan kesibukannya. Nah kearifan lokal saat melihat bintang dengan berbunganya tanaman akan sangat menarik untuk kita kembangkan sebagai bagian untuk mengatasi kerusakan lingkungan. Bagaimana caranya ?
Dalam presentasi di Bosscha tersebut, Sobirin mengajukan usulan untuk membuat hutan kota yang bisa mengatasi juga masalah resapan air dan mengurangi dampak polusi. Sebagai contoh, hutan flamboyan akan berbunga saat gubug penceng ada di timur kala fajar menyingsing atau hutan bungur yang akan mulai berbunga kala banyak angrem muncul di timur saat rembang petang.Dari lingkungan kita akan lihat bagaimana astronomi berada dalam sejarah kuno masyarakat Indonesia.
Menurut Bambang Budi Utomo, dari berbagai penemuan arkeologi terlihat juga bagaimana masyarakat setempat di masa lalu menggunakan rasi sebagai sarana pemujaan. Hal ini terlihat dalam Bejana Zodiak, MINTAQULBURUJ, yang digunakan oleh masyarakat Tengger. Tidak hanya itu pembangunan candi-candi di masa lalu juga memiliki keterkaitan dengan astronomi. Salah satunya adalah Borobudur yang diperkirakan juga dibangun sebagai tanda tak telrihat lagi Polaris dari Jawa. Pada masa itu Polaris bisa terlihat di horison, bintang yang saat ini tak mungkin kita lihat lagi karena terjadinya presesi Bumi.
Kaitan astronomi dalam folklore juga dipaparkan oleh Sungging dalam acara ini. Bagaimana mitologi berkembang di tengah masyarakat masa itu yang saat ini bisa digunakan sebagai sarana pendidikan astronomi lewat budaya. Contohnya, mitologi tentang batara kala yang menelan Matahari sehinga terjadi gerhana, atau bimasakti yang jadi gambaran Bima masuk ke laut dan digigit ular.
Salah satu hal menarik lainnya pada acara tersebut adalah pemetaan bintang berdasarkan kultur Indonesia yang dilakukan oleh Widya Sawitar dari Planetarium Jakarta. Paparan lebih lengkapnya akan ia sampaikan dalam poster paper di APRIM 2008.
Ada banyak hal menarik dalam pertemuan tersebut yang membuat kita melihat satu bidang ilmu tidak bisa diklaim tak punya manfaat atau diklaim bisa berdiri sendiri. Astronomi memiliki keterkaitan erat bukan saja dengan fisika, kimia atau biologi tapi juga sejarah, antropologi, arkeologi dan bahkan seluruh aspek kehidupan masyarakat. Di masa depan astronomi juga mengambil bagiannya sendiri dalam hal lingkungan misalnya. Bahkan eksplorasi ruang angkasa yang dilakukan saat ini, teknologinya bukan hanya digunakan ke luar angkasa tapi juga digunakan dalam kehidupan masyarakat kita. Tentunya pada level dan skala yang berbeda.
Setelah pertemuan di Bosscha pada tanggal 17 Mei 2008, pertemuan kedua dilaksanakan di prodi Astronomi pada tanggal 30 Mei 2008 dan menghasilkan kesepakatan untuk membentuk asosiasi langit gelap di Indonesia. Asosiasi ini bertujuan untuk mengajak masyarakat mengkampanyekan langit gelap. Salah satu yang kita kenal adalah Earth Hour yang megajak masyarakat mematikan lampu selama satu jam. Ini tidak hanya mengurangi polusi cahaya namun juga dapat membantu mengurangi efek dari global warming. Pengembangan astronomi dalam budaya Indonesia ini adalah langkah awal karena tahun 2009, topik ini akan jadi salah satu acara dan pembahasan di Indonesia dan di dunia.
04 June 2008
Ulang Tahun Gania Zarakova Vijkonavo ke II


Begitu juga abangnya, semakin hari kian tampak kepintarannya. Kami hanya bisa mendoakan semoga mereka tetap dalam keadaan baik-baik saja, sampai masa-masa sulit ini bisa dilewati.
Dulu waktu Gania lahir, hari hujan lebat, sangat lebat sampai-sampai tempat persalinan gania bocor. Sampai sekarang kami percaya bahwa peristiwa itu sebagai pertanda bahwa Gania disambut oleh alam dengan kucuran air yang melimpah, semoga kebahagiaannya juga melimpah. Amin....

Subscribe to:
Posts (Atom)